HAM
adalah hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang
melekat pada manusia karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia. Adapun
pembatasan terhadap HAM tersebut dapat dibagi menjadi :
1.
Universal : tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, kepercayaan, usia, latar
belakang, jenis kelamin, warna kulit.
2.
Melekat (inherent) : hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain.
Adapun
ruang lingkup dari HAM adalah :
a.
Larangan Diskriminasi
Prinsip
non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia.
Prinsip tersebut dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia.
Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan
jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya
memerlukan perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang
dimaksudkan untuk menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.
b.
Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan seseorang.
Hak
atas penghidupan dalam instrumen tidak dijamin sebagai hak mutlak. Misalnya,
menurut Konvensi Eropa, pencabutan nyawa tidak bertentangan dengan hak atas
penghidupan, apabila pencabutan ini diakibatkan oleh tindakan tertentu yang
sudah ditetapkan. Dalam beberapa instrumen, laran gan hukuman mati dimuat dalam
sebuah Protokol tersendiri. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada “kejahatan
yang paling berat,” keduanya mengatur bahwa hukuman mati harus hanya boleh dikenakan
dengan suatu “keputusan final suatu pengadilan yang berwenang” sesuai dengan
undang-undang yang tidak retroaktif. Kedua perjanjian internasional ini
memberikan hak untuk mencari “pengampunan atau keringanan hukuman” dan melarang
pengenaan hukuman mati pada orang di bawah usia delapan belas tahun pada saat
melakukan kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil. Konvensi Eropa
mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu pengadilan, sesudah memperoleh
keyakinan mengenai suatu kejahatan yang karena keputusannya ditetapkan oleh
undang-undang.
c.
Larangan .penganiayaan
Semua
instrumen umum melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak
mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan.
Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat
kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui
pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut
menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan
menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa
setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau
menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku
penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.
d.
Hak Persamaan di Muka Hukum.
Ketentuan
ini pada dasarnya merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang
dicakup oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek
kedua yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan
dari diskriminasi.
e.
Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam
Dalam
perjanjian-perjanjian internasional hak-hak asasi manusia umum, hak kebebasan
bergerak dan berdiam mencakup kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu
Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak
dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah
keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan.
f.
Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama
Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan
agama dan kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu
hanya karena ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan untuk melindungi
keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau
hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.
Hubungan
antara HAM dengan konsep Negara hukum
Negara
hukum (the rule of law) lahir pada zaman Paus VII and Henriech IV th 1122,
dimana kekuasaan raja/ gereja sebelumnya bersifat mutlak, perintahnya
mengingkat kepada orang lain namun tidak pernah mengikat raja tersebut dimana
kekuasaan semacam ini dikenal sebagai (the rule of man — titah). Jadi dengan
lahirnya konsep the rule of law maka segala hukum yang lahir dari konsep
kesepakatan ditempatkan pada posisi paling tinggi, yang pada akhirnya mendorong
lahirnya “magna charta” yang isinya membatasi kekuasaan raja dan menghormati
hak-hak warga kota (citizen). Jadi dalam suatu negara yang menerapkan konsep
the rule of law, maka jaminan akan dihormatinya HAM lebih mudah diwujudkan.
B.
SEJARAH HAM INTERNASIONAL
Di
Inggris 1215 ; Magna Charta ; membatasi kekuasaan raja2 (raja John). Setelah PD
I : Perjanjian negara-negara Eropa untuk melindungi kelompok minoritas dan
harus dituangkan ke dalam uu Negara tersebut.
Abad
19 :
•
Penghapusan perdagangan budak dan perlindungan hak buruh samapi lahirnya
konvensi LBB untuk menghapus Perbudakan dan Perdagangan Budak).
•
Pendirian ILO
•
Pendirian ICRC Lahirnya Konvensi Genewa 1864 tentang perlindungan korban perang
dan batas-batas cara dan pemakaian mesin perang.
•
Lahirnya Konvensi Den Hag tentang pelarangan penggunaan gas beracun, senjata
kimia
•
Lahirnya Declaration of the Rights of Man and of citizens, AS 1776 diikuti
Belanda 1798, Swedia 1709, Norwegia 1814, belgia 1831, Spanyol 1812 dsb.
Setelah
Perang Dunia II
•
Lahir Konvensi Genewa 1949 tentang Hukum Humaniter
•
1977 lahir Konvensi Genewa tentang gabungan antara konvensi genewa tentang
perlindungan korban perang dan konvensi tentang tata cara perang.
Abad
20 :
•
Nazi 1930-1940 Holocoust: pembantain kaum minoritas
•
1948 Universal Decalaration of Human Rights
•
1966 The International Covenant on Civil and Political Rights
•
1966 The International Covenant on Economical and Social and Cultural Rights.
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN HAM NASIONAl
Tekad
bangsa Indonesia untuk mewujudkan penghormatan dan penegakan HAM sangat kuat
ketika bangsa ini memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah
berabad-abad dirampas oleh penjajah.
Para
pendiri negeri ini telah merasakan sendiri bagaimana penderitaan yang dialami
karena hak asasinya diinjak-injak oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak
mengherankan setelah berhasil mencapai kemerdekaan, para pendiri negeri ini
mencanturnkan prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945
dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang harus dilaksanakan dan
dicapai.
Namun
dalam perjalanan sejarah bangsa, pedoman dan cita-cita yang telah dicanturnkan
dalam konstitusi tersebut tidak dilaksanakan bahkan dilanggar oleh pemerintah
yang seharusnya melaksanakan dan mencapainya. Kita semua sudah mengetahui bahwa
Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru tidak hanya tidak melaksanakan penghormatan
dan penegakan HAM namun juga banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal ini
disebabkan oleh alasan politis dan teknis. Alasan politis adalah situasi
politik di tingkat nasional dan tingkat intemasional (perang dingin). Di jaman
Orde Lama, focus kebijakan Pemerintah RI adalah “Revolusi”. Kebijakan ini
membawa kita ke konflik internal (domestik) dan intemasional, serta berakibat
melupakan hak asasi rakyat. Sedangkan di jaman Orde Baru kebijakan pemerintah
terfokus pada pembangunan ekonomi. Memang pembangunan ekonomi juga termasuk
upaya pemenuhan HAM (hak ekonomi dan sosial). Namun kebijakan terlalu terfokus
pada pembangunan ekonomi dan mengabaikan hak sipil dan politik, telah
menyebabkan kegagalan pembangunan ekonomi itu sendiri. Adapun alasan teknis
adalah karena prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam konstitusi belum
dijabarkan dalam hukum positif aplikatif (Undang-undang Organik).
Sejak
memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan upaya pemajuan HAM, termasuk
menciptakan hukum positif yang aplikatif. Dilihat dari segi hukum, tekad bangsa
Indonesia tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam Undang-undang Dasar yang
telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM, Undang-undang
Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah dilakukan
terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional
D.
HAM DALAM UUD 1945
Dalam
Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam
Pancasila yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 45 terdapat sila “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Da1am P4, meskipun sekarang tidak dipakai lagi, namun
ada penjelasan Sila kedua yang masih relevan untuk disimak, yaitu bahwa “dengan
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku,
keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit,
dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama
manusia, sikap tenggang rasa dan ‘tepa salira ” serta sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain”.
Dibandingkan
dengan UUDS 1950, ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7
(tujuh) pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34, sedangkan
di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35
pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS
1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human
Rights.
Meskipun
di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun
kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah
Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang
banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal
tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam
Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa
Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dalam
amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirobah menjadi bab tersendiri yang
memuat 10 pasal mengenai hak asasi manusia. Sebagian besar isi perubahan tersebut
mengatur mengani hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Adapun Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Bab X A Undang-undang Dasar 1945
adalah sebagai berikut :
- Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
- Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1)
- Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
- Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
- Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
- Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2)
- Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1)
- Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
- Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
- Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
- Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
- Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
- Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1)
- Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1)
- Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2)
- Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
- Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
- Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
- Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
- Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
- Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
- Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
- Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3)
- Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
- Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
- Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
- Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3)
- Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (pasal 28 I ayat 4)
- Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 28I ayat 5)
- Setiap orang wajib menghormati hak orang lain (pasal 28 J ayat 1)
- Setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasanya wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 28 J ayat 2)
Definisi
hak-hak sipil dan politik
Hak-hak
sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada
setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar
menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan
politik.
Adapun
yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara
sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa
perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama
menjadi tanggung jawab pemerintah.
Karakteristik
hak-hak sipil dan politik:
1.
Dicapai dengan segera;
2.
Negara bersifat pasif;
3.
Dapat diajukan ke pengadilan;
4.
Tidak bergantung pada sumber daya;
5.
Non-ideologis.
Di
dalam perlindungan hak-hak sipil dan politik, peran negara harus dibatasi
karena hak-hak sipil dan politik tergolong ke dalam negative right, yaitu
hak-hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan terpenuhi apabila peran
negara dibatasi. Bila negara bersifat intervensionis, maka tidak bisa dielakkan
hak-hak dan kebebasan yang diatur d idalamnya akan dilanggar negara.
Hak-hak
yang termasuk ke dalam hak-hak sipil dan politik
1.
Hak hidup;
2.
Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi;
3.
Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa;
4.
Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi;
5.
Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah;
6.
Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum;
7.
Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama;
8.
Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi;
9.
Hak untuk berkumpul dan berserikat;
10.
Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
Instrumen
HAM yang mengatur hak-hak sipil dan politik:
1.
UUD 1945 (Pasal 28 A, 28 B (ayat 1, 2), 28 D ayat (1, 3, 4), 28 E ayat (1, 2,
3), 28 F, 28 G ayat (1, 2), 28 I ayat (1, 2).