Sabtu, 26 November 2011

KEPENTINGAN DAN PERTENTANGAN SOSIAL


KEPENTINGAN DAN PERTENTANGAN SOSIAL

A.  Perbedaan Kepentingan
      Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu dan sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu di dalam manifestasi pemenuhan dari kepentingan tersebut.
      Secara psikologis ada 2 jenis kepentingan dalan diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Individu satu berbeda dengan individu lainnya, perbedaan ini disebabkan oleh 2 faktor:
      1. Faktor pembawaan
      2. Faktor lingkungan sosial,
dari kedua faktor itulah menimbulkan perbedaan kepentingan.

B.  Prasangka dan Diskriminasi
     Tindakan ini dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakt.
     Prasangka merupakan dasar pribadi seseorang yang setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Prasangka selalu ada pada mereka yang berfikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, dan pemimpin atau negarawan. Prasangka menunjukkan pada aspek sikap.
      Diskriminasi menunjukkan pada aspek-aspek tindakan.
      Sebab-sebab terjadi prasangka:
Menurut Gordon Allproc (1958) ada 5 pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya prasangka:
1. Pendekatan Historis
    Didasarkan atas teori Pertentangan Kelas yaitu menyalahkan kelas rendah yang imperior, dimana mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah).
2. Pendekatan Sosio Kultural dan Situasional
    Meliputi mobilitas sosial, konflik antar kelompok, stigma perkantoran dan sosialisasi.
3. Pendekatan Kepribadian
    Teori ini menekankan kepada faktor kepriadian sebagai penyebab prasangka (Teori Frustasi Agresi).
4. Pendekatan Fenomenologis
    Ditekankan bagaimana individu memandang/mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka.
5. Pendekatan Naive
    Menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti objek prasangka dan tidak menyoroti individu yang berprasangka.

C. Ethnosentrisme dan Stereotype
Etnosentrisme:
-Sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan menggunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
-Diajarkan kepada anggota kelompok secara sadar atau tidak, bersama-sama dengan nilai kebudayaan.

Stereotype:
-Tanggapan dan anggapan jelek.
-Tantangan mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang/golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya subjektif.

D. Konflik dalam Kelompok
     Konflik cenderung menimbulkan respon-respon yang bernada ketakutan atau kebencian. Konflik dapat memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, anggota kelompok. Konflik dapat mengakibatkan kekuatan yang konstruktif dalam hubungan kelompok.
Ada 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik:
1. Terdapat 2 atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat konflik.
2. Unit tersebut mempunyai perbedaan yang tajam (kebutuhan, tujuan, masalah, nilai, sikap dan gagasan).
3. Terdapat interaksi diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.
Terjadinya konflik bisa pada didalam diri seseorang, didalam kelompok dan didalam masyarakat.

Cara-cara pemecahan konflik:
1. Elimination
    Yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, diungkapkan dengan "kami mengalah", "kami keluar", "kami membentuk kelompok sendiri".
2. Subjugation/Domination
    Yaitu orang/pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang/pihak lain untuk mentaatinya.
3. Majority Rule
    Yaitu suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent
    Yaitu kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5. Compromise
    Yaitu semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6. Integration
    Yaitu pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.

E. Integrasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi Masyarakat
- Adanya kerjasama dari keseluruhan anggota masyarakat, sehingga menghasilkan nilai-nilai yang sama-sama dijunjung tinggi.
-Terjadi kerjasama, akomodasi, asimilasi dan berkurang sikap prasangka diantara anggota masyarakat secara keseluruhan.

Integrasi Nasional perlu adanya suatu jiwa, suatu azas spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk dari perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah dibuat dan bersedia dibuat lagi pada masa depan.

KEHIDUPAN KOTA


KEHIDUPAN KOTA

a. Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini.

i. Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

ii. Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.

iii. Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.

Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri :

a). Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
b). Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d). Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e). Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.


b. Ciri-ciri masyarakat Perkotaan

Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :

i. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
ii. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
iii. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
iv. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.

v. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
vi. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

KEHIDUPAN DESA



KEHIDUPAN DESA

a. Pengertian desa/pedesaan

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.

Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :

a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c) Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.

Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan.

Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan fisik.

Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.

Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.

Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan,
tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.



b. Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)

Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :

a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

PELAPISAN KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT


PELAPISAN KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT

1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis)
Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
2. Konsep-konsep Stratifikasi Sosial
-         Penggolongan
Penggolongan di sini harus dilihat sebagai suatu proses dan sebagai hasil dari proses kegiatan itu. Sebagai proses berarti setiap orang menggolongkan dirinya sebagai orang yang termasuk dalam suatu lapisan tertentu.
Dibagi ke dalam 2 bagian :
  • Proses (subjektif : definisi dari dalam hubungan interaksi dengan orang lain)
  • Hasil (objektif : terlepas dari individu)
-         Sistem Sosial
Sistem sosial dalam hubungannya dengan sistem stratifikasi harus dilihat sebagai sesuatu yang membatasi di mana penggolongan itu berlaku. Dalam keluarga, suami secara objektif maupun subjektif digolongkan / menggolongkan dirinya sebagai kesatuan sistem yang lebih tinggi dari pada istri dan anak-anak. Tetapi dalam kampung sebagai kesatuan sistem yang lebih luas, suami bisa saja lebih rendah dengan yang lainnya.
-         Lapisan Hirarkis
Kata hirarkis berarti lapisan yang lebih tinggi itu lebih bernilai / lebih besar daripada yang di bawahnya. Contohnya, Daniel berada pada lapisan atas menurut dimensi kekuasaan berprivilese dan prestise. Ini berarti Daniel lebih berkuasa, lebih berprivilese dan lebih berprestise daripada mereka yang berada di lapisan bawah.
Dalam studi Sosiologi ada beberapa istilah yang sudah baku yang menggambarkan perbedaan lapisan ini :
  • Lapisan atas (Upper)
a)      Lapisan atas
b)      Lapisan menengah
c)      Lapisan bawah
  • Lapisan menengah (Middle)
a)      Lapisan atas
b)      Lapisan menengah
c)      Lapisan bawah
  • Lapisan bawah (Lower)
a)      Lapisan atas
b)      Lapisan menengah
c)      Lapisan bawah
Mengenai perbedaan antara lapisan satu dengan yang lain bukan berarti antar lapisan tersebut tidak berkaitan / berhubungan dengan kata lain baik lapisan atas sampai bawah ada suatu garis sinambung yang tidak terputuskan. Untuk memperlihatkan garis sinambung ada 2 buah lapisan yang dapat membantu :
i.            Lapisan melingkar
Contohnya : Keraton Yogyakarta, di mana di dalamnya berlaku tata nilai sesuai dengan aturan-aturan yang digariskan. Sultan menjadi tokoh sentral yang penuh dengan kekuasaan, privilese dan prestise, semakin jauh dari pusat Keluarga Sultan tentu semakin hilang kekuasaan, privilese dan prestise.

ii.            Lapisan bersusun
Perbedaan antar individu bisa saja didasarakn ukuran kekayaan yang mereka miliki. Kaya / mempunyai pendidikan ditempatkan pada lapisan atas  dan miskin / tidak mempunyai pendidikan ditempatkan pada lapisan bawah. Inti dari pengertian lapisan sosial itu adalah kesenjamgan sosial (social inequality). Oleh sebab itu pula hasil studi mengenai sistem stratifikasi sosial dapat membantu para perencana sosial mengarahkan masyarakat ke suatu progress.
-         Kekuasaan
Menurut Max Weber, kekuasaan adalah kesempatan (change probability) yang ada pada seseorang / sejumlah orang untuk melaksanakan kemauannya sendiri dalam suatu tindak sosial, meskipun mendapat tantangan dari orang lain yang terlibat dalam tindakan itu. Kesempatan merupakan suatu konsep yang sangat inti dalam sosiologi.
Ada beberapa tokoh sosiologi modern antara lain : Marvin, E. Olsen, Robert Biersted, Robert Dubin, Ralf Dahrendorf dan Amitai Etzioni. Mereka mulai mengembangkan dan membahas kekuasaan itu dalam suatu bentuk yang khusus lagi. Amitai Etzioni banyak mengetahui masalah organisasi serta mengemukakan definisi kekuasaan yaitu kemampuan untuk mengatasi sebagian / semua perlawanan untuk mengadakan perubahan-perubahan pada pihak yang memberikan oposisi.
3 Jenis kekuasaan :
a) Kekuasaan Utilitarian
Utilitarian berasal dari bahasa Latin yang artinya berguna. Jadi Utilitarian adalah sifat yang menekankan pada kegunaan dari sesuatu, misalnya : ideologi utilitarian yakni suatu ajaran yang mengatakan bahwa tindakan itu baik kalau berguna (useful)
Kekuasaan Utilitarian akan muncul dari asset utilitarian apabila asset-asset digunkan oleh mereka yang memilikinya, sehingga perlawanan itu dapat diatasi, contohnya : penyuapan (mereka yang mempunyai uang dapat menyuap pejabat yang berwenang sehingga mereka bisa lolos dari pengawasan yang ketat).


b)      Kekuasaan Koersif (Coersive = Memaksa)
Assetnya adalah senjata, tenaga manusia yang digunakan oleh tentara, polisi atau badan keamanan lainnya. Polisi mempunyai kekuasaan koersif kalau menggunakan senjatanya dengan kekerasan untuk  mengubah orang lain / menghukum mereka yang menghalangi.
c) Kekuasaan Persuasif
Tidak memakai paksaan. Assetnya yaitu nilai, perasaan atau kepercayaan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Orang yang memiliki kekuasaan persuasif adalah ia yang menggunakan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat / yang ada pada orang lain yang ingin dikuasainya sedemikian rupa sehingga apa yang diinginkannya dapat dipenuhi tanpa perlawanan. Kalaupun ada perlawanan maka dapat diatasi dengan mudah.
-         Privilese
Artinya hak istimewa, hak mendahului, hak untuk memperoleh perlakuan khusus. Dalam studi stratifikasi sosial, minimal privilese ini dihubungkan dalam 2 hal :
  • Privilese Ekonomi
Uang / kekayaan merupakan alat yang dapat membuat seseorang memperoleh perlakuan yang istimewa. Contohnya, perbedaan perlakuan sosial antara mereka yang mempunyai uang / kekayaan dan yang tidak.
a)      Dalam bidang pendidikan
Orang yang mempunyai uang tentunya menyekolahkan anaknya pada sekolah yang bergengsi dan punya mutu. Dengan mutu pendidikan yang tinggi pula maka seseorang mempunyai kemungkinan besar unutk medapatkan pekerjaan yang baik daripada mereka yang tidak mempunyai keahlian.
b)      Dalam bidang kesehatan
Mereka yang memiliki uang dapat menyewa tempat di Rumah Sakit yang bermutu jika mereka sakit. Dalam arti bahwa orang yang punya uang mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mempertahankan hidupnya daripada mereka yang mempunyai uang sedikit.

c)      Dalam bidang pekerjaan
Agar maju dalam usaha perlu uang sebagai modal. Orang yang punya uang dapat memperlebar usahanya.
  • Privilese Budaya
Kebudayaan dapat memberikan hak istimewa secara tidak langsung yang memungkinkan mereka yang memilikinya dapat memeperoleh privilese dalam bidang ekonomi. Itu berarti bahwa tekanan privilese yang dimaksud di sini adalah bidang ekonomi. Salah satu alasannya adalah bahwa ekonomi sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada masyarakat tertentu di Indonesia, laki-laki memperoleh hak istimewa dalam hukum pewarisan hak milik. Karena itu laki-laki lebih besar kemungkinannya unutk memperoleh privilese dalam bidang ekonomi dari wanita. Contoh lainnya : Anak laki-laki diberi kesempatan yang lebih besar untuk mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi dari pada wanita. Jadi secara tidak langsung kebudayaan pada daerah tertentu ikut menentukan tinggi rendahnya privilese dalam bidang ekonomi.
-         Prestise (Kehormatan)
Masalah kehormatan sifatnya relatif, dalam arti kehormatan harus kita kaitkan dengan kebudayaan / sistem sosial tertentu. Kata sosial dibelakang konsp stratifikasi mempunyai arti yang ada hubungannya dengan pandangan Peter L. Berger, dalam arti bahwa stratifikasi atau perbedaan yang dibicarakan dalam sosiologi tidak dihubungkan dengan Teologi, Biologi atau apa pun lainnya. Perbedaan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dihilangkan walaupun dalam kenyataan sampai sekarang perbedaan itu tidak dapat dihilangkan. Optimisme karena manusia yang menciptakan perbedaan itu berarti manusia secara teoritis meniadakannya.
  1. A. HUBUNGAN ANTARDIMENSI STRATIFIKASI SOSIAL
Yang dimaksud dengan dimensi di sini ialah kekuasaan, privilese dan prestise. Lalu yang dimaksud dengan hubungan adalah terutama mengenai penjelasan apakah kalau orang itu berkuasa juga berprivilese dan sebaliknya. Kalau seorang itu dalam dimensi kekuasaan berada pada lapisan atas dan dalam dimensi privilese juga berada dalam lapisan atas, maka gejala stratifikasi sosial unutk orang tersebut bersifat konsisten. Perbedaan antar gejala stratifikasi yang konsisten dan tidak konsisten dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini :

-         Dalam lapisan hirarki atas : Kekuasaan (Ya), Privilese (Ya), Prestise (Ya)
-         Dalam lapisan hirarki tengah : Kekuasaan (Ya), Privilese (Ya), Prestise (Ya) KONSISTEN
-         Dalam lapisan hirarki bawah : Kekuasaan (Ya), Privilese (Ya), Prestise (Ya)
-         Dalam lapisan hirarki atas : Kekuasaan (Ya), Privilese (Tidak), Prestise (Ya)
-         Dalam lapisan hirarki tengah : Kekuasaan (Tidak), Privilese (Ya), Prestise (Ya) TIDAK KONSISTEN
-         Dalam lapisan hirarki bawah : Kekuasaan (Ya), Privilese (Tidak), Prestise (Tidak)
Max Weber adalah seorang ahli Sosiologi Klasik yang membedakan dengan tajam antara ketiga dimensi tersebut. Menurut beliau secara teoritis ketiganya harus dibedakan. Dalam arti bahwa kekuasaan memperlihatkan gejala tersendiri yang lain daripada privilese dan prestise. Contoh : Partai Politik, di sini formalitas yang ada hanya didasarkan pada siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai.
Dalam analisa Max Weber mengenai stratifikasi sosial, privilese itu terutama berhubungan dengan kesempatan dalam bidang ekonomi. Karena itu Weber membedakan ke dalam 3 kelas :
  • Kelas kepemilikan (property class)
Adalah mereka yang memilki benda-benda berharga, seperti : uang, tanah, emas, pabrik, kapal dan mobil. Dalam studi Weber yang termasuk dalam kelas kepemilikan ini adalah yang memilki hamba-hamba yang dapat dieksploitasi atau diperdagangkan.
  • Kelas perdagangan (commercial)
Didasarkan pada keahlian yang kalau digunakan akan memungkinkan mereka yang berada pada lapisan atas dilihat dari segi pendapatan. Contohnya : wiraswastawan pada umumnya, seperti manager, bankir, pedagang.
  • Kelas sosial
Sifatnya agak umum. Penelitian yang sangat cermat mengenai gejala stratifikasi dalam masyarakat akan dapat menghasilkan suatu  gambaran mengenai lapisan-lapisan kelas sosial dalam masyarakat. Mengenai kehormatan, bagaimana kita membedakan mereka yang memiliki kehormatan status yang lebih tinggi dan yang rendah dalam lapisan sosial ini. Menurut Weber yang membedakan antara lapisan yang ada adalah gaya hidup (style of live)
B. MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas dalam bahasa Indonesia berarti gerak. Dalam hubungannya dengan stratifikasi sosial, mobilitas berarti gerak yang menghasilkan perpindahan tempat. Jadi mobilitas sosial adalah perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lainnya. Ada 2 jenis mobilitas sosial, yaitu :

-         Mobilitas Vertikal
Adalah perpindahan posisi yang lebih rendah ke mobilitas vertikal yang lebih tinggi / sebaliknya. Contoh : dulu saudara miskin, sekarang saudara kaya. Berarti di sini dalam diri saudara terjadi mobilitas vertikal. Dalam mobilitas seperti ini kita sebut mobilitas vertikal intragenerasi (dalam generasi itu sendiri).
-         Mobilitas Horizontal
Gerak horozontal berarti gerak ke kiri / ke kanan, ke depan dan ke belakang. Untuk lebih jelasnya kita kaitkan dengan stratifikasi yang mempunyai 3 dimensi : kekuasaan, privilese dan prestise. Dan setiap dimensi dapat dibagi dalam 3 lapisan : atas, menengah dan bawah. Contoh : Si Budi menurut dimensi privilese berada pada lapisan menengah alasannya karena ia adalah petani kaya, berdasarkan perhitungan statistik Si Budi digolongkan sebagai orang yang tidak terlalu kaya, tapi pasti tidak miskin.
Mobilitas sosial antar dimensi yang bersifat intragenerasi, dapat dilihat dalam contoh berikut : Seorang Bupati dalam hirarki kekuasaan di Indonesia berada pada lapisan menengah. Pada saat ia mendadak minta pensiun dan langsung membuka perusahaan peternakan ayam yang cukup besar. Dari perhitungan kekayaan peternakan ayam milik mantan bupati tersebut termasuk lapisan menengah. Perpindahan posisi antar bidang suatu dimensi antar dimensi dalam lapisan yang sama.